Selasa, 11 Desember 2012

Cara Menjaga dan Mengelola alam semesta

Oleh :Irma Khoirotunnissa

;
 
(Cara Menjaga dan Mengelola alam semesta) – Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan manusia. Sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati, dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya sendiri. Integritas ini menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia, hal ini telah disinggung oleh Allah SWT dalam Al Quran surah Ar Ruum ayat 41: Yang artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi saat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut. Berikut adalah prinsip-prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam 
November 29, 2011 in Hasil Budaya, Hipotesa, Interpretasi, Penelitian | 3 comments
Setelah sebelumnya menemukan kemiripan antara motif ukiran Minangkabau dengan motif ukiran kuno Gandhara dan ukiran Yunani kuno, saya melanjutkan penelusuran ke Negeri Champa. Dan persis seperti dugaan saya, dari peninggalan-peninggalan sejarah Bangsa Champa saya lagi-lagi menemukan keterkaitan dengan Minangkabau yaitu dalam bentuk kemiripan ukiran yang dipahat di dinding candi-candi di Champa terutama di komplek percandian My Son, dengan ukiran yang bisa kita temukan di dinding Rumah Gadang. Cara mereka mengukir pun sama dengan yang dilakukan seniman ukir Minangkabau, yaitu dengan memotong ukiran-ukiran tersebut dalam bentuk batu bata yang terpisah untuk kemudian disatukan. Persis seperti sambungan papan-papan ukiran di Rumah Gadang. Uniknya lagi, ukiran-ukiran atau pahatan-pahatan yang ditemukan pada peninggalan Bangsa Champa ini juga merupakan bentuk turunan dari ukiran Yunani Kuno dan Gandhara. Dari sini kita bisa melihat perjalanan sejarah ukiran tersebut, mulai dari Yunani kemudian ke Gandhara, berlanjut ke Negeri Champa dan pada akhirnya ditemukan di Minangkabau, di pedalaman Sumatera.
Pahatan di Candi Myson
Jadi sampai saat ini saya sudah menginventarisir 4 keterkaitan antara Negeri Champa dengan Minangkabau, yaitu:
  • Sistem Konfederasi Kota yang mirip dengan Nagari di Minangkabau atau Mini Republik di Yunani Kuno dan Gandhara.
  • Sistem Matrilineal yang masih diamalkan oleh masyarakat Minangkabau sampai saat ini.
  • Simbol Harimau Campa yang juga menjadi simbol budaya pada masyarakat Champa
  • Motif Ukiran dan Pahatan yang mirip dengan Ukiran Minangkabau.
Belum termasuk soal Hikayat Suku Jambak yang memang belum jelas sumbernya dan kesamaan nama Kerajaan Inderapura dengan nama ibukota Champa di puncak kejayaannya.
Motif Kuciang Lalok jo Saik Galamai
Jika kita membuang unsur siku-siku saik galamai dalam motif ukiran di bawah, maka akan ditemukan kemiripan unsur dengan pahatan pada candi myson yang ada di Champa. Unsur bunga segi empat ini disebut bungo cino dalam ukiran Minangkabau.
Potongan Ukiran di Myson
Motif Kuciang Lalok jo Saik Galamai
Saik Galamai
Ukia ragam kuciang lalok
Salo manyalo saik galamai
Latak di pucuak dindiang hari
Disingok di ujuang paran
Parannyo ulua mangulampai
Asanyo di Gudam Balai janggo
Di dalam Koto Pagaruyuang
Ukiran Rajo Tigo Selo